Menurut perhitungan astronomi, ijtimak atau konjungsi bulan menjelang Ramadan diperkirakan terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025, sekitar pukul 07.44 WIB. Pada saat rukyat, posisi hilal di seluruh wilayah Indonesia diprediksi berada di atas ufuk dengan ketinggian antara 3° 5,91’ hingga 4° 40,96’.
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, menyatakan bahwa ada kemungkinan perbedaan penetapan awal puasa tahun ini. Ia memprediksi pemerintah akan menetapkan 1 Ramadan 1446 H jatuh pada 2 Maret 2025.
Sementara itu, BMKG merilis data pengamatan hilal di Indonesia pada 28 Februari 2025 dengan ketinggian hilal antara 3,02 derajat (Merauke) hingga 4,69 derajat (Sabang, Aceh), elongasi Bulan-Matahari antara 4,78 derajat (Waris, Papua) hingga 6,4 derajat (Banda Aceh), dan umur Bulan antara 8,16 jam (Waris, Papua) hingga 11,11 jam (Banda Aceh).
Organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) biasanya menetapkan jadwal puasa sama dengan pemerintah, mempertimbangkan pengamatan fisik hilal dan hasil sidang isbat. Oleh karena itu, jadwal 1 Ramadan bisa sama dengan Muhammadiyah (Sabtu, 1 Maret 2025) atau keesokan harinya (Minggu, 2 Maret 2025).
Kemenag akan memantau hilal di 125 titik pemantauan yang tersebar di seluruh Indonesia. Hasil pemantauan ini akan menjadi bahan utama dalam sidang isbat guna menentukan tanggal resmi awal Ramadan 2025.
Masyarakat diimbau untuk menunggu hasil resmi sidang isbat yang akan diumumkan oleh Kemenag sebagai acuan dalam memulai ibadah puasa Ramadan tahun ini.